Monday, May 10, 2021

Teknik Kendali - Modul Belajar Teori Logika Fuzzy dan Sistem Inferensi Fuzzy

Soft Computing merupakan inovasi baru dalam membangun sistem cerdas. Sistem cerdas ini merupakan sistem yang memiliki keahlian seperti manusia pada domain tertentu, mampu beradaptasi dan belajar agar dapat bekerja lebih baik jika terjadi perubahan lingkungan. Unsur-unsur pokok dalam Soft Computing adalah : Sistem fuzzy, Jaringan Saraf Tiruan, Probabilistic Reasoning, Evolutionary Computing.

Sistem fuzzy secara umum terdapat 5 langkah dalam melakukan penalaran, yaitu:

  1. Memasukkan input fuzzy.
  2. Mengaplikasikan operator fuzy.
  3. Mengaplikasikan metode implikasi.
  4. Komposisi semua output.
  5. Defuzifikasi.

Logika Fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam ruang output. Untuk sistem yang sangat rumit, penggunaan logika fuzzy (fuzzy logic) adalah salah satu pemecahannya. Sistem tradisional dirancang untuk mengontrol keluaran tunggal yang berasal dari beberapa masukan yang tidak saling berhubungan.  Karena ketidaktergantungan ini, penambahan masukan yang baru akan memperumit proses kontrol dan membutuhkan proses perhitungan kembali dari semua fungsi . Kebalikannya, penambahan masukan baru pada sistem fuzzy, yaitu sistem yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip logika fuzzy, hanya membutuhkan penambahan fungsi keanggotaan yang baru dan aturan-aturan yang berhubungan dengannya.

Nah disini saya akan membagikan materi berupa power point yg berisi hitungan-hitungan dalam teori fuzzy ini. Langsung saja silahkan download dari link di bawah ini. 

-    Teori Logika Fuzzy                                            DOWNLOAD

-    Inferensi Fuzzy                                                 DOWNLOAD

-    Sistem Inferensi Fuzzy                                    DOWNLOAD

-    Adaptive Neuro Fuzzy Inference System     DOWNLOAD

Wednesday, May 5, 2021

Sensorik - Sensor Thermal

 

Silahkan download file lengkapnya beserta rumus-rumusnya pada link berikut ini : Download Sensorik Bab 2


Pendahuluan

AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System). Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada suatu titik tetap triple point, dimana fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16 oK ( derajat Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan hubungan sebagai berikut:

oF = 9/5 oC + 32 atau oC = 5/9 (oF-32) atau  

oR = oF + 459,69

 

Yayan I.B, (1998), mengatakan temperatur adalah kondisi penting dari suatu substrat. Sedangkan “panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas tersebut.

 
 

Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:

1.   Benda padat,

2.   Benda cair dan

3.   Benda gas (udara)

Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara 

1.    Konduksi,   yaitu   pengaliran   panas   melalui      benda   padat (penghantar) secara kontak langsung 

2.    Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung

 3.    Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak langsung

 

Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu tipe sensor dengan pertimbangan :

1.   Penampilan (Performance)

2.   Kehandalan  (Reliable) dan

3.   Faktor ekonomis ( Economic)

Pemilihan Jenis Sensor Suhu

Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor suhu adalah: (Yayan I.B, 1998)

1.  Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.

2.  Jangkauan (range) maksimum pengukuran

3.  Konduktivitas kalor dari substrat

4.  Respon waktu perubahan suhu dari substrat

5.  Linieritas sensor

6.  Jangkauan temperatur kerja


Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia dari sensor seperti ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan, pengkabelan (instalasi), keamanan dan lain-lain.

Temperatur Kerja Sensor

Setiap sensor suhu memiliki temperatur kerja yang berbeda,

§  Suhu disekitar kamar yaitu antara -35oC sampai 150oC, dapat dipilih sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC hibrid.

§  Suhu menengah yaitu antara 150oC sampai 700oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD.

§  Suhu yang lebih tinggi sampai 1500oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak langsung, maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi.

§  Suhu pada daerah sangat dingin dibawah 65oK = -208oC ( 0oC = 273,16oK ) dapat digunakan resistor karbon biasa karena pada suhu ini karbon berlaku seperti semikonduktor.

§  Untuk suhu antara 65oK sampai -35oC dapat digunakan kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.

Gambar 2.1. berikut memperlihatkan karakteristik dari beberapa jenis sensor suhu yang ada.




Gambar 2.1. Karakteristik sensor temperature (Schuller, Mc.Name, 1986)


2.1.   Bimetal

Bimetal adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah lempengan logam yang berbeda koefisien muainya (α) yang direkatkan menjadi satu. Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian tergantung dari jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut.Bila  dua lempeng logam saling     direkatkan dan dipanaskan, maka logam yang memiliki koefisien muai lebih tinggi akan memuai lebih panjang sedangkan yang memiliki koefisien muai lebih rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan reaksi muai tersebut maka bimetal akan melengkung kearah logam yang muainya lebih rendah. Dalam  aplikasinya bimetal dapat dibentuk menjadi  saklar

Normally Closed (NC) atau Normally Open (NO).


ρ  = radius kelengkungan                                    t = tebal jalur total

n = perbandingan modulus elastis, EB/EA           m = perbandingan tebal, tB/tA

T2-T1 = kenaikan temperature                             αA, αB = koefisien muai panas logamA dan logam B


2.2.   Termistor

Termistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi.

Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5 W sampai 75 W dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer) dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau paralel guna memperbesar disipasi daya.

            Dalam operasinya termistor memanfaatkan  perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative Thermal Coeffisien) .

 

2.3.   Resistance Thermal Detector (RTD)

RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan tersebut antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500oC. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi.

 


RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:

1.   Tidak diperlukan suhu referensi 
2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara mem-perpanjang kawat yang digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi. 
3.   Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel 
4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi masalah 
5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi sederhana dan murah.

Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur uji tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah:

        RT = R0 (1 + aDt)
dimana :

Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0oC)

RT = tahanan konduktor pada temperatur to

α  =koefisien temperatur tahanan

                    
                  ∆t = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal

2.4.   Termokopel

Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang  semakin luas, elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.

 


Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis logam. Jika dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka elektron dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya rendah, dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang tidak disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( gaya electromagnet ) yang dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan T2) dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E, Peltir (1834), menemukan gejala panas yang mengalir dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan cold-junction, dan Sir William Thomson, menemukan arah arus


mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya menghasilkan rumus sbb:

              E = C1(T1-T2) + C2(T12 T22)                                          (…)

Efek Peltier      Efek Thomson

                atau  E = 37,5(T1_T2) 0,045(T12-T22)                      ( ...)

di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C1 dan C2 untuk termokopel tembaga/konstanta.

 


Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan panas dari ujung panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu termokopel diberi tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi panas atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan polaritas tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan membuat termokopel menjadi pendingin.

                        Thermocouple sebagai sensor temperatur memanfaatkan beda workfunction dua bahan metal

 

2.5.  Dioda sebagai Sensor Temperatur



Dioda dapat pula digunakan sebagai sensor temperatur yaitu dengan memanfaatkan sifat tegangan junction 

Dimanfaatkan juga pada sensor temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki rangkaian penguat dan kompensasi dalam chip yang sama).

Dimanfaatkan juga pada sensor temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki rangkaian penguat dan kompensasi dalam chip yang sama).

 

Contoh rangkaian dengan dioda sebagai sensor temperature

 

 


 

Contoh rangkaian dengan IC sensor

 

  
 


2.6.     Infrared Pyrometer

Sensor inframerah dapat pula digunakan untuk sensor temperatur


 

Gambar 2.21. Infrared Pyrometer sebagai sensor temperatur Memfaatkan perubahan panas antara cahaya yang dipancarkan dengan diterima yang diterima pyrometer terhadap objek yang di deteksi.